Surti dan Teja adalah dua pasang kekasih yang telah lama menjalin hubungan asmara. Mereka tinggal di suatu pulau terpencil yang jumlah penduduknya tidak begitu padat dan rata-rata bekerja bercocok tanam. Pulau tersebut dihampiri kapal laut setahun sekali mengingat jauh dan sedikit penumpang yang akan bepergian ke pulau seberang. Kapal Laut “Nahkoda Jaya” adalah satu-satunya transportasi untuk pergi ke pulau seberang dan itupun hanya setahun sekali.
Surti dan Teja berjanji untuk sehidup semati dan berencana menikah setahun kemudian. Teja memutuskan untuk pergi ke pulau seberang demi mencari bekal buat kelangsungan hidup keluarga yang bahagia bersama Surti. Melalui pertimbangan dan pembicaraan yang panjang lebar maka Surti pun mengijinkan Teja untuk pergi ke pulau seberang demi kebahagiaan rumah tangga mereka kelak.
Tibalah saat mereka berpisah, karena kapal laut “Nahkoda Jaya” telah tiba di pulau terpencil yang mereka huni. Teja pun pergi meninggalkan Surti untuk berjuang demi kebahagiaan mereka berdua kelak.
Waktu demi waktu pun berjalan, Surti menanti dengan penuh harap-harap cemas karena tidak ada kabar berita sedikitpun dari Teja sang kekasih. Setahun pun sudah hampir terlewati tetapi Teja belum juga ada kabar berita. Terbesit tekad Surti untuk menyusul Teja di pulau seberang, tekad pun semakin kuat saat setahun sudah terlewati dan kapal laut “Nahkoda Jaya” belum juga bersandar di pulau terpencil tempat Surti tinggal. Hari demi hari Surti menanti dan kapal laut “Nahkoda Jaya” pun singgah. Senang dan cemas hati Surti menunggu Teja sang kekasih turun dari kapal. Tapi sejauh mata memandang Surti pun tidak melihat sosok Teja sang kekasih turun dari kapal. Hati Surti pun semakin gelisah tak menentu dan tekad pun semakin bulat untuk pergi menyusul Teja sang kekasih.
Surti pun pergi ke pulau seberang meninggalkan pulau terpencil dengan naik kapal laut “Nahkoda Jaya”. Di dalam kapal sebelum kapal berangkat terjadi perbincangan serius antara Surti dengan Nahkoda. Nahkoda tidak mengharapkan imbalan beruapa uang dari Surti untuk membawa Surti ke pulau seberang, tetapi nahkoda meminta Surti untuk menemani tidur semalam. Alangkah terkejut dan takutnya Surti dengan tawaran nahkoda tersebut, Surti pun menimbang dengan pikiran yang tidak karuan. Jika tidak memenuhi keinginan nahkoda, Surti tidak akan bertemu Teja sang kekasih, tapi jika Surti menerima tawaran nahkoda, Surti merasa berkhianat pada Teja sang kekasih hati. Lama ditimbang dan dipikir-pikir, akhirnya Surti memutuskan untuk menerima tawaran nahkoda. Kapal “Nahkoda Jaya” pun segera berangkat ke pulau seberang.
Sampailah Surti pada pulau seberang tempat Teja bekerja. Berbekal satu lembar foto Teja, Surti mencari terus keberadaan Teja di pulau seberang tersebut, karena kegigihan Surti yang tidak mengenal lelah dan putus asa untuk dapat bertemu Teja sang kekasih sampai akhirnya Surti berhasil menemukan Teja. Rasa senang bercampur rasa bersalah, tapi Surti berusaha tegar seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada saat Surti naik kapal laut “Nahkoda Jaya”. Tetapi betapa terkejutnya Surti, melihat reaksi Teja yang tampak tidak senang dengan kedatangannya.
Tak lama mereka berbincang-bincang, Teja langsung marah-marah hebat kepada Surti karena Teja tahu kalau Surti telah telah tidur semalam dengan nahkoda, informasi itu didapat Teja dari temannya yang satu kapal dengan Surti. Teja langsung pergi mencari nahkoda kapal “Nahkoda Jaya”. Terjadilah adu mulut antara Teja dengan Nahkoda, dengan penuh emosional Teja meluncurkan pukulan telak ke wajah Nahkoda. Perkelahianpun tak dapat dihindari……………
Menurut Anda siapakah yang paling utama melanggar HAM pada cerita tersebut di atas?